Ada sebuah opini yang berkembang di tengah masyarakat Islam hampir di seluruh belahan dunia Islam, bahwa jihad yang paling besar adalah jihad melawan hawa nafsu (Mujahadatun nafsi) sedangkan jihad mengangkat senjata melawan orang kafir hanyalah jihad kecil, biasanya ungkapan ini disertai dengan menyitir sebuah hadist Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam, sepulang beliau dari sebuah peperangan melawan orang kafir,
قدمتم خير مقدم، وقدمتم من الجهاد الأصغر إلى الجهاد الأكبر، مجاهدة العبد هواه
Kalian datang dari melakukan suatu amal yang paling baik, dan kalian datang dari jihad kecil menuju jihad yang lebih besar, yaitu: seorang hamba melawan hawa nafsunya. Opini ini perlu diberi catatan dari beberapa sisi:
- hadits yang dijadikan landasan opini diatas "mardud" didhaifkan oleh banyak ulama hadist, diantaranya; Al Baihaqi, Al Iraqi dan As Suyuthi dalam Al Jami` As Shaghir, dikarenakan seorang perawinya yang bernama Yahya bin Al `Ala` seorang yang tertuduh sebagai pemalsu hadits seperti yang dijelaskan Ibnu Hajar dalam "Taqrib at tahzib". Jadi pembagian jihad kepada; jihad ashghar dan jihad Akbar tidak mempunyai dalil yang kuat.
- Makna jihadun nafsi terlalu luas, sebagian orang memahaminya dengan terminologi masing-masing, andai maksudnya membersihkan jiwa dengan zikir, wirid-wirid khusus dan amalan-amalan sunnat tentulah jihad memerangi orang-orang kafir lebih mulia disisi Allah, (Q.S. An Nisaa` :95-96)
- hadits yang dijadikan landasan opini diatas "mardud" didhaifkan oleh banyak ulama hadist, diantaranya; Al Baihaqi, Al Iraqi dan As Suyuthi dalam Al Jami` As Shaghir, dikarenakan seorang perawinya yang bernama Yahya bin Al `Ala` seorang yang tertuduh sebagai pemalsu hadits seperti yang dijelaskan Ibnu Hajar dalam "Taqrib at tahzib". Jadi pembagian jihad kepada; jihad ashghar dan jihad Akbar tidak mempunyai dalil yang kuat.
- Makna jihadun nafsi terlalu luas, sebagian orang memahaminya dengan terminologi masing-masing, andai maksudnya membersihkan jiwa dengan zikir, wirid-wirid khusus dan amalan-amalan sunnat tentulah jihad memerangi orang-orang kafir lebih mulia disisi Allah, (Q.S. An Nisaa` :95-96)
﴿ وفضل الله المجاهدين على القاعدين أجرا عظيما . درجات منه ومغفرة ورحمة وكان الله غفورا رحيما ﴾
Dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang-orang yang tidak ikut berjihad dengan pahala yang besar. Beberapa derajat dari Allah, maghfirah dan rahmat-Nya, adalah Allah Maha Pengampun Lagi Maha Penyayang
Namun jika yang dimaksud dengan jihadun nafsi mengendalikan jiwa untuk selalu merealisasikan tauhid, kafir terhadap thaghut dan komitmen dengan seluruh syari`at Allah, tidak dapat diingkari bahwa jihadun nafsi adalah asas dan jihad memerangi kekafiran merupakan salah satu hasil dari jihadun nafsi. Implikasinya bahwa orang yang sukses dalam jihad memerangi orang kafir dengan meraih syahadah yang dapat memberikan syafa'at untuk 72 orang anggota keluarganya dan kekal dalam surga Allah hanyalah orang yang berhasil melewati fase awal jihad, yakni jihadun nafsi.
Inilah makna ungkapan Ibnu Al Qayyim, " Manakala jihad memerangi musuh-musuh Allah (orang-orang kafir) hanya bagian dari jihad nafsi dalam merealisasikan tauhid … maka jihadun nafsi lebih diprioritaskan dari pada jihad mengangkat senjata menumpas kekafiran.
- Ungkapan "jihad akbar adalah jihadun nafsi" sering disalah gunakan untuk mengecilkan peran orang yang memanggul senjata mengorbankan anak, isteri dan harta benda demi tegaknya kalimat Allah, bahkan untuk melemahkan dan menghalangi orang berjihad fi sabilillah, dengan mengatakan bahwa menyibukkan diri dengan jihad akbar lebih afdhal, padahal andai kita mencermati dengan seksama tentunya kita akan mengambil kesimpulan bahwa konsisten dengan jihadun nafsi mengharuskan kita untuk berjihad fi sabilillah jika memang waktunya telah tiba.
Referensi :
Tirmizi Erwandi,Konsep Jihad Dalam Islam:Maktab Dakwah Dan Bimbingan Jaliyat Rabwah(Murajaah:Abu Ziyad)